Tuesday, November 16, 2021

Menua Bersama



Online Dating memang penuh warna.

Satu kali dua puluh empat jam pun kadang rasanya masih kurang. Untuk seorang single mom dengan jejalan kegiatan yang harus dilakukan. Namun entah kenapa ada saja alasan untuk masuk ke online dating.

Ingin bertemu pasangan? Mungkin bukan itu alasan sesungguhnya. Masuk ke online dating artinya bertemu dengan orang – orang baru tanpa harus bertatap muka. Jika suka, maka bisa berbicara lebih, dan tidak jarang menjadi teman. Begitupun sebaliknya, jika tidak sesuai keinginan, maka dalam hitungan menit pun sudah menjadi musuh.

Ketika aku bertemu dengan Ezy, memang sejak awal dia sudah mengatakan ingin mencari pasangan. Seorang istri untuk menempati ruang di hatinya yang telah sepi sejak enam tahun lalu. Pernikahannya telah berakhir di meja pengadilan. Butuh waktu bagi Ezy untuk menerima wanita baru. Dan menurutnya online dating adalah tempat yang tepat. Mengenal seseorang dari angka nol.

Aku setuju dengan pendapat itu. Tapi mengenal seseorang dari online dating memang seperti bermain roller coaster. Sedikit saja lolos pandangan maka keselamatan menjadi taruhan.

Pembicaraanku dengan Ezy awalnya menyenangkan. Usia kami yang boleh dibilang seimbang, memudahkan kami dalam pemahaman. Sejak awal sudah aku sampaikan bahwa tujuan kita berbeda. Dia datang dengan asa akan cinta dan aku….. aku di online dating sebetulnya mencari inspirasi dan wacana saja.

Namun demikian alasanku tidak membuat Ezy mundur. Dia sudah terlanjur jatuh cinta padaku, katanya. Jatuh cinta dengan kata dan sikapku. Kami beberapa kali video call dan chat. Pembicaraan kami tidak jauh – jauh dari seputar cinta, masa depan, dan sebuah hubungan.

Pembicaraan awal yang sebenarnya menyenangkan, namun perlahan tapi pasti malah jadi menyesakkan. Jika aku terlihat online namun tidak menjawab pesannya, maka dia akan langsung murka dan memberikan kata – kata yang tidak enak dibaca. Dan ketika kami ber-video call lalu aku yang meminta mengakhiri karena sudah cukup lama, maka itu juga bisa membuat dia berburuk sangka.

Aku ikuti alur permainannya, bukan karena aku mengharapkan dia. Namun aku sedang mempelajari pria seperti apa Ezy sesungguhnya. Sampai suatu hari waktu yang tepat pun datang, ketika dia secara resmi memintaku untuk ‘membuka pintu’ atas kehadirannya.

“Aku akan datang ke Indonesia.”

“Oh, bagus, untuk apa?”

“Meminangmu.”

“Bukankah kita tidak dalam sebuah ikatan?”

“Kita cukup dewasa untuk tidak perlu sebuah ikatan awal.”

“Maksudmu?”

“Seorang pria tidak perlu memberikan kata, cukup menyajikan bukti untuk bisa dipahami.”

“Tapi aku mungkin akan menolakmu.”

“Mengapa? Pembicaraan kita selama ini terlihat baik dan menyenangkan.”

“Baik dan menyenangkan adalah karakterku pada semua orang. Yang baik dan sopan. Namun bukan berarti aku memberikan harapan pada siapapun yang datang.”

“Apa kurangnya diriku?”

“Tidak ada bagi mereka yang bisa menerimamu.”

“Aku tidak ingin yang lain menerimaku, aku ingin kamu.”

“Hubungan kita di chat dan video call saja bagiku terasa menyesakkan.”

“Maksudmu dengan kata – kataku?”

“Ya, kamu berusaha menguasai dan mengendalikanku.”

“Bukankah itu bukti cinta?”

“Cinta punya alasan untuk memberi ruang bahagia. Bukan mendekap sampai tidak bisa bernafas.”

“Ya, aku tidak ingin masa laluku terulang lagi.”

“Masa lalu yang mana?”

“Pengkhianatan mantan istriku dengan pria lain.”

“Hmm… apa yang kamu pikirkan tentangku sebagai wanita yang kamu harapkan?”

“Aku ingin duniamu hanyalah tentangku.”

Bincang panjang yang sebenarnya sejak awal telah bisa kubaca. Ezy belum selesai dengan masa lalunya. Sebaris trauma masih tersisa di hatinya akan masa lalu. Pengkhianatan yang dilakukan wanita ternyata menyisakan tembok tinggi di hatinya.

Bertemu seorang wanita lewat online dating dan hanya dengan beberapa kali berbicara kemudian ingin menikah juga sebuah tanda tanya besar. Alasan yang paling mudah memang cinta. Karena hanya cinta satu – satunya alasan yang boleh dibilang tidak masuk akal. Namun Ezy malah bertemu denganku, wanita yang tidak pernah percaya dengan cinta pada pandangan pertama.

Aku wanita yang selalu percaya cinta hanya akan terbit di akhir cerita. Setelah banyaknya waktu bersama dalam sebuah cerita maka disitulah cinta akan menemukan sukmanya. Beberapa waktu berlalu dari pembicaraan kami yang terakhir. Kami tetap berbicara segala hal dan kemungkinan akan masa depan.

Sejujurnya pembicaraan yang membuatku agak sedikit bosan. Tiga puluh tujuh tahun umurku dan hampir tiga belas tahun diantaranya kulalui sebagai single mom. Membuatku belajar bahwa hidup yang nyata adalah tentang hari ini. Deretan rencana akan masa depan seringkali hanya akan berakhir sebagai beban. Yang kadang membuat harapan dan tidak jarang menyakitkan.

Begitu juga yang Ezy ceritakan padaku. Ketika dia meninggalkan negaranya India untuk mengambil sebuah pekerjaan di Arab. Dia meninggalkan anak dan istrinya. Dengan sebuah tujuan, menghasilkan lebih banyak uang untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan. Namun masa depan selalu tinggal harapan. Ketika akhirnya Ezy berhadapan dengan kenyataan bahwa istrinya tidaklah sekuat yang dia inginkan.

Kesepian dan kerinduan membuat istrinya memilih cara lain untuk bertahan. Cara yang akhirnya menghancurkan anyaman mimpi rumah tangga mereka. Pria lain yang dianggap lebih mampu memenuhi harapan dan keinginan sang istri. Keputusan perpisahan yang diminta begitu menghancurkan perasaan Ezy. Sedih, marah, kecewa sampai membuatnya trauma untuk memiliki hubungan baru dengan wanita lain di dunia nyata.

Ezy berlelah – lelah pergi ke dunia maya untuk berusaha menemukan setumpuk cinta dari dunia yang tidak dikenalnya. Beberapa wanita pernah diajaknya berbicara. Namun entah dengan alat ukur jenis apa, sebelum menutup akunnya secara permanen Ezy memilihku.

Aku pun ingin tidak mengecewakan mimpi dan harapannya. Namun aku wanita yang juga ingin bahagia. Tidak terbayang bagiku, tinggal dengan pria yang setiap hari selalu terselimuti curiga. Bagaimana kami akan bernafas dengan bayangan masa lalu tentang sebuah pengkhianatan. Yang terbaik bagi kami saat ini adalah hubungan teman.

Aku mempersilahkan jika Ezy memang ingin datang. Namun aku sampaikan, bahwa aku tidak bisa menjanjikan apapun. Jangankan cinta, seutas harapan bersama pun saat ini tidak ada di kepalaku. Aku persilahkan Ezy menjadi bagian dari perjalanan akan kehidupan. Untuk belajar bertumbuh bersama sebagai teman. Bukan menua bersama dalam cinta.

Kegagalanku atau pun kejatuhannya lebih dari cukup bagi kami berdua untuk belajar. Bahwa masa depan memang hanya sebuah harapan. Dan bahwa cinta hanyalah tentang kata. Yang nyata adalah diri kita hari ini, apa yang bisa kita lakukan saat ini. Baik dalam hubungan maupun keinginan. Hidup seharusnya tidak menjadi beban, jika kita tahu bahwa setiap langkah memiliki waktunya sendiri untuk berpindah.

Hidup ini selalu tentang pilihan. Dan setiap pilihan pasti membawa tanggung jawabnya sendiri untuk diambil dan dinikmati. Kedewasaan bukan hanya tentang usia namun tentang berapa banyak kita berhasil mengambil makna dari waktu yang berlalu.

No comments:

Post a Comment

Fatherless dan Pengaruhnya Dalam Tumbuh Kembang Anak

  Artikel ini terbit di  Singlemomsindonesia.org Link:  https://singlemomsindonesia.org/fatherless-dan-pengaruhnya-dalam-tumbuh-kembang-anak/