Tuesday, November 16, 2021

Pria Pun Bisa Terluka

 




Kulitnya yang putih juga mata sipit itu, membuatku percaya sekali pandang bahwa dia adalah pria Jepang. Namun, setelah kami berbicara, ternyata dia adalah pria eropa. Seorang pria Jerman yang menetap di Jepang. Sesuai dengan profil yang aku baca di website online dating. Usianya empat puluh lima tahun. Entah kenapa akhir – akhir ini banyak ketemui pria dengan usia yang cukup matang masuk ke situs online dating.

Pria – pria yang sebenarnya secara perjalanan dan angka harusnya sudah settle down. Memiliki keluarga, dan nyaman dengan hidupnya. Apakah jaman ini telah begitu berubah sehingga usia benar – benar hanya sekedar angka?

Kali ini aku orang pertama yang menyapanya. Karena aku jarang sekali online di situs ini. Namun ketika sebuah pesan darinya kutemukan maka dengan segera aku menyapanya. Di situs ini kami tidak perlu membuang waktu untuk perkenalan dan lain sebagainya. Karena semua sudah tersedia lengkap di profile kami masing – masing.

Setelah beberapa hari berbicara, aku mulai untuk mencari tahu siapa sesungguhnya pria ini. Memang di online dating tidak semua bisa kita percayai. Namun tidak ada cara lain yang bisa digunakan selain percaya dengan kata. Dan kata akan membuktikan juga kebenarannya meskipun kadang butuh waktu agak lama.

Yang mengherankan bagiku adalah pria satu ini hampir tidak punya selera humor. Apapun jenis obrolan yang aku sampaikan selalu disikapi dengan sangat serius. Dan suatu hari kesempatan untuk mencari tahu itu tiba.

“Apakah kamu bisa tersenyum atau tertawa?”

“Mungkin.”

“Ha.. ha.. ha… Bukankah Tuhan menciptakan kita begitu sempurna dengan senyum dan tawa juga?”

“Aku bahkan sudah lupa seperti apa rasanya bahagia.”

“Hmm… kamu bisa berbagi denganku perasaanmu jika kamu mau.”

“Apakah itu bisa membuatku merasa baik?”

“Biasanya begitu.”

“Aku merasa dunia selalu penuh dengan dusta.”

“Kenapa?”

“Aku pernah mencintai seorang wanita, dia mantan istriku. Aku mencintainya dengan jiwa dan raga. Meskipun sepuluh tahun pernikahan kami tidak memiliki anak. Namun itu tidak masalah bagiku. Bagiku yang terpenting adalah hubungan kami. Cintaku padanya dan cintanya padaku. Aku bahkan tidak pernah mencari tahu, ketidak hadiran anak karena masalah padaku atau padanya. Aku percaya saja memang belum waktunya Tuhan mengirimkan dia untukku.”

“Hmmm…”

“Aku hanya tahu aku mencintainya. Apapun yang bisa kuberikan maka akan kuberikan padanya.”

“Hal baik menurutku.”

“Namun tidak sebaik apa yang terjadi lima tahun lalu.”

“Kenapa?”

“Ketika aku kembali dari kantor lebih cepat hari itu, aku menemukan pria lain di ranjangku.”

“Hmm… lalu?”

“Aku marah dan kecewa, aku tinggalkan dia saat itu juga. Setelah beberapa bulan aku kembali untuk mengurus semua asetku di rumah kami.”

“Lalu?”

“Ternyata aku tidak memiliki hak apapun atas aset itu. Saat pernikahan semua aset atas nama istriku. Dia meminta setiap kali kami melakukan pembelian aset maka akan di atas namakan dirinya dan aku berikan. Aku percaya padanya.”

“Oh… Tidak ada yang bisa dilakukan?”

“Bisa, aku bisa saja menuntut secara hukum sebagai harta bersama. Namun aku sudah terlanjur kecewa dan jatuh dalam kehancuranku. Aku tinggalkan semuanya. Dia, asetku, keluargaku bahkan negaraku. Aku memulai lagi hidupku dari nol di Jepang.”

“Dan harusnya kamu bangga karena kamu berhasil berdiri kembali.”

“Iya, tapi di dalam diri dan hatiku sesungguhnya aku sudah kosong tanpa isi.”

“Isilah dirimu dengan cinta yang baru.”

“Terlambat, semua rasa itu telah mati sejak saat itu.”

Ali berhenti mencinta. Namun entah kenapa dia ada di online dating dan bertemu diriku. Mungkin karena hasratnya semata sebagai pria. Memang hal yang tidak bisa diingkari di masa ini. Banyak orang menyalurkan hasrat diri cukup dengan sesuatu yang berbau online saja. Kenyataan yang agak gila namun begitulah realita.

Dan sebuah kejutan Ali bertemu denganku. Aku datang ke online dating bukan untuk kencan. Apalagi memuaskan hasrat. Aku datang untuk sebuah hubungan. Aku masuk kedalamnya dan mengenal orang – orang baru untuk mendengar lebih banyak cerita. Cerita tentang luka, cerita tentang duka, dan cerita tentang kesedihan. Beberapa orang akhirnya menjadi teman hingga sekarang. Kami sering bertukar pikiran dan berbagi cerita. Namun cukup banyak juga yang menjadi musuh dan saling menjauh.

Cerita Ali mengalir deras saat dia mulai nyaman berbicara denganku. Sungguh sebagai wanita aku pun tidak tahu harus menanggapi apa. Tidak terbayang ada juga ternyata wanita yang tidak punya cukup hati untuk melukai pria yang pernah mencintainya. Mungkin karena hadirnya cinta lain yang membuatnya merasa nyaman. Namun tentu saja penilaian tidak bisa mutlak diberikan. Karena aku hanya mendengar cerita. Aku hanya menyediakan kuping saja. Namun realita di balik cerita hanya Ali dan istrinya yang tahu.

Dan di luar pemikiranku selama ini, bahwa ternyata trauma seorang pria bahkan bisa lebih dalam. Ketika mereka memberikan cinta namun mereka malah mendapatkan luka. Ali di usianya yang tidak lagi muda bahkan memutuskan untuk sendiri sampai akhir.

“Ali, bukankah hidup ini memang seperti itu? Kadang kita dilukai dan bisa jadi tanpa kita sadari kita juga pernah melukai.”

“Betul, namun luka itu terasa begitu dalam. Ketika kamu mencintai seseorang dengan hatimu yang terdalam. Dan celakanya aku kehilangan kepercayaan. Pada semua wanita tanpa terkecuali.”

“Termasuk padaku?”

“Ha… ha…ha… mungkin. Aku cukup nyaman berbagi denganmu tapi untuk menjalin cinta, rasanya aku hanya akan melukaimu saja nantinya.”

“Dan tidak semua ada dalam kendali kita Ali. Kita tidak bisa mengendalikan orang lain. Namun kita bisa mengendalikan perasaan kita sendiri.”

“Iya, kamu benar. Kamu wanita yang cerdas. Kamu menyimpulkan kehidupan dengan begitu tajam. Karena aku tahu aku tidak bisa mengendalikan siapa pun, makanya aku memutuskan untuk mengendalikan diriku sendiri.”

“Dengan tidak menikah?”

“Dengan tidak mencintai. Aku terhindar dari resiko akan sakit hati. Cara yang nyaman dan aman.”

“Namun kekosongan hati tidak bisa berdusta Ali.”

“Aku bisa bersama wanita selama yang aku mau. Dan berhenti jika aku telah merasa bosan. Aku bisa mendapatkan cinta tanpa perlu ikatan.”

Rasanya tidak perlu lagi kulanjutkan chat-ku dengan Ali. Karena dia adalah pria dewasa yang telah memilih jalannya sendiri. Ali tahu kekuatan dan keinginan dalam dirinya. Karena setiap kehidupan adalah tentang apa – apa yang kita ingin jalani.

Selama setahun aku berpetualang di online dating. Ada saja pria yang bisa aku ajak berbicara. Ali salah satunya. Namun aku pun manusia biasa. Aku bukan hanya ingin melihat luka. Jika aku bisa, aku menyiapkan telinga dan mendengar mereka menyampaikan kegundahannya. Mereka dapat ringan dari dukanya dan aku mendapat sebuah pelajaran yang dapat kutuliskan sebagai kesan untuk yang lainnya.

No comments:

Post a Comment

Fatherless dan Pengaruhnya Dalam Tumbuh Kembang Anak

  Artikel ini terbit di  Singlemomsindonesia.org Link:  https://singlemomsindonesia.org/fatherless-dan-pengaruhnya-dalam-tumbuh-kembang-anak/