Monday, November 15, 2021

Married Just A Paper

Gambar koleksi pribadi

"Marriage just a paper!

Sudut pandang baru bagiku.
Sebetulnya pertemuanku dengan Neil adalah sebuah ketidak sengajaan. Melalui aplikasi kencan online yang kugunakan. Meskipun saat itu aku sedang tidak mencari jodoh tapi ada saja alasanku menggunakan aplikasi ini. Anggap saja pelepas ketegangan di otak.
Dating site ini adalah situs yang dipakai oleh orang yang serius mencari jodoh. Karena berbayar, tidak murah, data yang harus di isi pun sangat banyak dan rumit. Ini bukan aplikasi geser yang cukup memasukan nama, photo dan umur. Ini bukan aplikasi melainkan situs.
Dari sinilah aku bertemu dengan beberapa pria yang lumayan berkarakter, dengan keuangan yang cukup settle dan karir yang menjanjikan. Ya ada juga beberapa scammer sebagai pemanis keadaan.
Hari itu aku duduk di sebuah kedai kopi yang terletak di lobby gedung kantorku.
Kopi yang menurut banyak orang enak. Namun menurutku kopi ini adalah soal gengsi. Rasanya ... hmm ... setara saja dengan kopi lain yang harganya jauh lebih murah. Karena di kota ini bagi sebagian orang merk dan gaya adalah soal siapa dirimu.
Sesekali bolehlah duduk disini sambil melihat pemandangan ke arah kolam renang di samping kedai kopi ini. Meskipun waktu itu siang yang sangat terik, jangankan manusia. Ikan pun enggan berenang mungkin.
Saat aku sedang menggunakan aplikasi ini, tanpa sengaja sebuah pesan interest terkirim kepada seseorang. Entah ada apa dengan jariku waktu itu. Seharusnya aku meletakkan hp ke meja namun lupa melakukan penguncian dan tertekanlah interest kepada pria ini.
Baru kusadari ketika sampai di meja kerjaku dan menerima sebuah pesan disana. Dia tidak mengirimkan interest balik melainkan langsung mengirimkan pesan melalui aplikasi ini. Karena dia member berbayar, sebagai lawan bicara aku bisa ikut menikmati fasilitas yang dibelinya.
Hi, I am Neil, from UK.
Sebelum aku membalas chat-nya, aku singgah dulu di profilenya.
Hmm,....
Seorang bule rupanya, dari UK, usia 42 tahun, tinggal di Jakarta. Dia sudah lebih dari 10 tahun tinggal di Indonesia dan fasih berbahasa indonesia.
Single, belum pernah menikah, romantis, menyukai pantai dan makan malam yang manis.
Tidak ada ruginya aku balas chat Neil.
Hi, Neil. I am Anna. Can you speak in Bahasa?”
Ya aku juga tahu diri, bahasa inggrisku masih 'berceceran' kesana kemari. Tapi kalau pun dia tidak bisa berbahasa Indonesia ya sudah, google translate akan melakukan tugasnya. Ha ... ha ... ha ....
Dia tidak membalas chat-ku dalam beberapa jam. Aku juga kembali sibuk dengan pekerjaanku.
Sore hari sekitar jam 16.00 sebuah pesan masuk di situs.
Anna, sorry for delay reply. I am on meeting. This is my number 0812xxxxxxx. Is more easy. Because here we can’t send any picture or voice call.
Dan aku jawab
“Okay.
Setelah itu aku sibuk lagi dengan berbagai pekerjaan, agenda meeting dan presentasi ke client.
Sepulang kantor aku akan berubah, dari wanita dengan dress kerja menjadi 'emak' dengan daster dan sendal jepit. Balitaku sudah menunggu untuk diajak main dan melakukan kegiatan lain di rumah. Sebagai ibu tunggal rasanya waktu kantor dan waktu di rumah dua puluh empat jam pun tidak cukup.
Selain mencari uang, memberikan kasih sayang pada putri tunggalku juga menjadi suatu kewajiban.
Seringkali hp akan bertapa di tasku sampai pagi. Atau setelah anakku tidur barulah kusempatkan memegang hp untuk melihat instruksi mendadak yang seringkali diberikan manager atau direkturku.
Kebiasaan ini adalah caraku untuk memberikan perhatian pada putriku. Setelah aku bercerai dengan mantan suami, maka aku harus bisa membagi waktu dan mengefektifkan setiap menit yang aku punya.
Dia adalah prioritasku. Co-parenting-ku yang cukup baik dengan mantan suami memang adalah sebuah keuntungan yang sangat aku syukuri. Tapi, dengan jauhnya jarak diantara kami, maka akulah orang tua yang harus selalu ada untuk putri tunggalku ini.
Malam itu ternyata aku lupa dengan pesan dari Neil. Pagi hari dalam perjalanan ke kantor, mengusir bosan karena kemacetan kubuka hpku.
Satu pesan lagi masuk,
I am waiting your message on wa, Anna.
Waduhhh ... ada sedikit perasaan bersalah,....
Segera aku copy nomor Neil dari aplikasi dan aku berpindah ke wa.
Hi Neil, I am Anna. Sorry last night I was asleep and forgot to send the message.
Dalam hitungan detik aku mendapat panggilan di hpku. Nomor Neil. Karena kemacetan sepertinya masih akan panjang baiklah kuangkat saja telepon darinya.
“Halo, Neil.’
“Halo, Anna.”
Aku merasa harus minta maaf sebelum pembicaraan selanjutnya.
“Maaf ya semalam aku lupa mengirimmu pesan. Karena aku sibuk dengan putriku dan aku tidak menyentuh ponselku sampai pagi ini.”
Dari seberang sana Neil tertawa keras.
“Ha ... ha ... ha ... Hei! Anna, aku sudah melihat detail profilemu di situs dan aku tau kamu adalah single mom. Aku sudah menduga pasti inilah yang menjadi alasan aku menunggu sampai tengah malam dan tidak ada pesan darimu.”
Yeah ... pria ini so humble dan bisa memahami dengan baik ternyata.
“Oh ya, Neil. I am so sorry. Jadi pagi ini sepertinya seseorang bangun terlambat karena kesalahanku.”
Dia tertawa sebelum mulai berbicara.
“Eh, kamu ini wanita Indonesia macam apa sih. Sejak awal perkenalan kita di situs kamu bahkan tidak pernah menanyakan kabarku. Biasanya perkenalan selalu di mulai dengan ‘hi, how are you’.”
Dan aku pun ikut tertawa.
“Ahhhh iya... iya... iya... maaf ya ... bagiku hal basi basi seperti itu memang seringkali terlewat. Karena lebih banyak yang pembicaraan yang lebih berarti.”
Dia mulai terdiam di seberang sana
I like you, kamu terlihat berbeda dengan wanita lain yang kutemui selama ini. Bisa kita bertemu di mall Ambasador sore ini?”
Nahh kebetulan aku memang mau ke arah sana untuk menemui seorang client.
“okay, Neil jam 4 ya.”
okay, anna see you darling.
Setelah makan siang aku berangkat ke daerah Kuningan untuk bertemu client . Seorang merchandise dari perusahaan telekomunikasi selular terbesar di Indonesia.
Hari itu kami membicarakan tentang project di sebuah kepulauan terpencil. Meeting yang sangat ulet. Setelah empat jam meeting kami tidak juga menemukan jalan tengah. Saat itu jam menunjukkan pukul 05.30 sore.
Di sela meeting aku membuka ponselku, sebuah pesan whatsapp masuk.
“Hi, ini adalah kopi kedua ku di tempat ini.”
Aduhh, iya! Aku punya janji mau ketemu Neil. Aku harus meloloskan diri dari meeting ini. Akhirnya kusampaikan pada perwakilan perusahaan 'sebelah',
“Bagaimana kalau sekali lagi kita membuat simulasi project-nya, Pak. Kita akan bertemu lagi besok di jam yang sama. Atau kita bisa makan siang bersama sebelum memulai meeting. Seringkali makan di luar membuat pikiran lebih mudah menemukan jalurnya.”
Aku adalah marketing sekaligus account executive dari perusahaanku. Melakukan negosiasi dan melicinkan project adalah sesuatu yang sudah terlatih secara instict untuk kulakukan.
Bapak itu setuju dan meeting pun selesai.
Aku menuju lobby gedung dan mulai menelpon Neil dari dalam lift,
Neil, i am on the way.
Aku sampai di mall itu menjelang pukul 19.00 malam. Neil pun menyambutku dengan senyuman. Ahh dia tidak marah ternyata. Pria ini teruji kesabarannya.
Lalu dia mulai menutup laptop yang ada di depannya. Rupanya dia menungguku sambil melakukan pekerjaannya. Dia sempat memperlihatkan kepadaku sekilas pekerjaannya di laptop itu. Bahwa dia adalah seorang ahli industri di sebuah perusahaan minyak yang besar.
Kami mulai pembicaraan dengan hal-hal ringan. Dia membicarakan tentang keluarganya di UK. Kehidupan selama tinggal di indonesia, hobby dan kesukaannya. Aku pun sama. Aku ceritakan tentang putriku, pekerjaanku dan beberapa kegiatan.
Waktu hampir pukul 21.00, aku rasa kami akan melanjutkan pembicaraan esok hari. Aku ingin menutup pembicaraan itu dengan manis.
“Neil, hampir sepuluh tahun kamu hidup di Indonesia sendiri, apakah kamu tidak pernah merasa kesepian?”
Dia memberikan jawaban yang membuatku ingin langsung terjun ke kolam renang.
“Sebenarnya dari sepuluh tahun aku tinggal di Indonesia, sedikit sekali waktuku sendiri setiap malam. Dan akhir-akhir ini, dating site ini sangat membantuku.“
Keningku berkerut.
“Maksudnya?”
Yes, biasanya setelah satu kali pertemuan seperti ini. Maka dalam dua tiga hari wanita-wanita yang aku temui di dating site itu akan membawa koper mereka dan pindah ke apartemenku di kuningan. Kami akan tinggal bersama sampai sesuatu terjadi dan kami berpisah.”
Awwwwwww i got it!!! Aku yang tadinya sangat berhati-hati untuk bertanya padanya. Sekarang aku merasa lebih nyaman untuk berbicara
“Kamu sudah berusia empat puluh dua tahun, tidak muda lagi tentu saja. Bahkan meskipun bagi seorang bule. Bukankah di usia ini sudah waktunya settle down. Kecuali kamu sudah beristri di UK.”
Dia tampak terkejut juga dengan pertanyaan ini.
“Yah ... kamu mungkin lupa saya adalah pria Eropa. Saya hanya akan menikah ketika saya sudah merasa nyaman dan puas dengan segala pencapaian. Termasuk urusan life partner. Ketika kita sudah tinggal bersama dan nyaman untuk beberapa waktu maka kita akan bicara soal menikah. Marriage just a paper.
Dalam hatiku tertawa! Ya sih, betul juga, aku lupa sedang berhadapan dengan siapa.
Jadi kesimpulanku memang Neil berkeliaran di dating site hanya sekedar cari ‘teman bobo’. Ya, mungkin kalau dia cocok dan berjodoh akhirnya menikah. Tapi nyatanya setelah sepuluh tahun di Indonesia dia tetap saja 'pecicilan' di dating site.
Akhirnya kami menutup pertemuan itu sekitar sepuluh menit kemudian. Dia berjalan di sampingku menuju lobby mall menunggu sopir kantor datang menjemputku dari parkiran. Sambil menunggu, dia memegang tanganku dan menatap mataku. 
Lalu bertanya, “Kapan kamu akan pindah ke apartemenku? Kalau kamu tidak bisa pindah setiap hari setidaknya beberapa kali dalam seminggu.”
Aku menarik tanganku, lalu kualihkan tanganku di pipinya. Aku menatapnya dengan sangat indah. Seperti harapan yang sudah di depan mata. Dia tersenyum sangat manis.
“Neil ... terima kasih atas pertemuan yang manis hari ini. Kamu adalah pria Eropa dengan nilai dan pemikiran yang sangat terbuka dan aku bisa menerima pemikiran itu.”
Sampai sini aku berhenti lalu kulanjutkan ketika tanganku masih di wajahnya,
“Tapi jangan lupa, aku adalah wanita Asia. Aku hidup, tumbuh dan besar dengan nilai-nilai Indonesiaku. Hubungan pria dan wanita aku lihat dari prespektif yang sangat berbeda. Bagiku menikah bukan hanya soal kertas. Jika bagimu menikah adalah akhir perjalanan maka bagiku menikah adalah awal perjalanan.”
Sopir kantor tiba dan aku pun mengangkat tanganku dari pipi Neil. Kututup dengan sebuah senyuman untuk kutinggalkan sebagai kenangan.
Sejak malam itu kami sering berbicara. Tapi bukan lagi soal hubungan pria dan wanita. Meskipun seringkali dia berusaha untuk membicarakan itu tapi aku selalu tahu senjata untuk menghentikannya.
Kami berbicara banyak hal tentang pekerjaan, budaya, sosial, agama bahkan soal politik. Kami menjadi teman baik.
Ya Neil ... menikah adalah sebuah awal perjalanan. Entah dengan siapa kau akan memulai perjalananmu nanti. Terima kasih telah memberikan sebuah pandangan untuk melihat hubungan dari sudut yang berbeda.
Kami serasa dua orang yang bertemu di persimpangan namun menuju ke arah yang berbeda.
Neil,... Terima kasih telah menjadi bagian dari cerita, mari kita lanjutkan perjalanan kita masing-masing.

Salam sayang
Ans

No comments:

Post a Comment

Fatherless dan Pengaruhnya Dalam Tumbuh Kembang Anak

  Artikel ini terbit di  Singlemomsindonesia.org Link:  https://singlemomsindonesia.org/fatherless-dan-pengaruhnya-dalam-tumbuh-kembang-anak/