Saturday, September 30, 2023

Anak Laki-laki

Gambar dibuat dengan AI

Aplikasi yang tidak biasa. Banyak aplikasi sosial media dengan kontak yang sama, hanya menghabiskan kapasitas memori ponsel. Maunya satu aplikasi sudah bisa untuk semua orang. Tapi selalu ada saja kepentingan yang akhirnya harus memasang sebuah aplikasi untuk satu dua orang saja.

Dan hari itu aku meng-install aplikasi warna hijau dengan simbol senyum di tengahnya. Bukan aplikasi yang banyak digunakan oleh orang memang. Tapi karena salah satu kolegaku di luar negeri meminta aplikasi ini sebagai sarana berkomunikasi, ya sudahlah kupasang juga. Setelah aplikasi terpasang, aku melakukan test message kepada kolega tersebut dan tidak langsung mendapat balasan. Sambil menunggu, aku check disana siapa saja dalam daftar kontakku yang menggunakan aplikasi ini. Mataku berhenti pada salah satu kontak, itu adalah kontak dari suami temanku, Rina. Kontak itu berada di ponselku karena temanku pernah menghubungi suaminya ketika dia bersamaku namun tidak membawa ponselnya. Dan dia memintaku untuk menyimpan saja nomor suaminya di ponselku.

Aku sendiri bahkan lupa nomor itu ada di kontak ponselku. Namun yang menggelitik adalah kenapa di profil aplikasi ini si suami memasang foto orang lain. Seorang wanita yang tengah menggendong seorang anak laki-laki berusia sekitar tiga tahun. Mereka kelihatan sangat bahagia.

Sekali lagi ini adalah aplikasi yang tidak biasa. Tidak semua orang pada umumnya menggunakan aplikasi ini. Sebuah lampu kuning menyala di kepalaku, apakah Rina tahu siapa orang ini. Lalu aku mengirim pesan pada Rina.

“Rin, kamu pakai aplikasi hijau ada senyumnya nggak?
“Nggak tuh, kenapa?”
“Suamimu tapi pakai ya?”
“Nggak tahu juga ya, aku nggak pernah ngecek ponsel dia. Kenapa sih kok serius banget. Ngapain kali kamu jam segini inget suami orang”
Rina melampirkan emoticon tawa di kalimat terakhirnya. Rina tahu aku adalah seorang single mom, dan dia juga tahu aku menjadi single mom karena pilihan.

“Nggak sih Rin, aku baru saja pasang aplikasi itu dan aku lihat suamimu salah satu penggunanya juga”
“Mungkin ya… terus apa gitu pentingnya?”
Sejenak aku ragu untuk menanyakan sesuatu yang sebenarnya bukan urusanku. Namun lampu kuning di kepalaku berkedip makin kencang. Dan kukirimkan foto wanita di profil suaminya kepada Rina.

“Rin, kamu kenal dia?”
Rina tidak menjawab apapun. Dan aku juga tidak menunggu jawaban karena pesan dari kolegaku mulai masuk untuk membicarakan masalah pekerjaan. Aku pun melupakan pertanyaan sekaligus pesan yang aku kirimkan ke Rina. Hingga waktu jam kantor selesai, dan sesaat sebelum aku masuk ke taksi biru untuk pulang aku menerima pesan Rina.

“Sebelum pulang ke rumahku dulu ya, aku beli kue nih buat anakmu”
“Okay”
Rina sehari-hari adalah ibu rumah tangga yang selalu ada di rumah. Jarak rumah kami tidak terlalu jauh, masih di komplek yang sama. Hanya beda beberapa blok saja. Dan aku pun mengarahkan taksi biru menuju rumah Rina sebelum ke rumahku. Aku pikir keperluan hanya untuk mengambil kue jadi aku minta sopir taksi untuk menunggu.

Setelah dua kali aku mengetuk pintu, Rina keluar menatapku lalu memelukku dan mulai menangis. Aku merasa canggung, aku orang yang tidak suka memeluk ataupun dipeluk. Aku memegang bahu sahabatku dan melihat wajahnya.

“Kenapa Rin? Dimana anak-anak?”
Rina mempunyai dua orang anak perempuan yang berusia sembilan dan lima tahun. Rina memberi kode memintaku untuk masuk ke dalam rumah. Sedetik sebelum kami menutup pintu, sopir taksi menyalakan klaksonnya.

Tin!
Aku menoleh dan teringat, selain taksinya belum kubayar juga aku meminta taksi menunggu terlalu lama. Aku bergegas ke jalan untuk ‘membereskan’ semua urusan pertaksian itu. Dan kembali masuk ke rumah Rina.

Rina telah duduk di sofa ruang tamunya dengan mata berkaca-kaca dan tissue di tangannya.

“Kenapa Rin?”
“Yang kamu kirimkan padaku tadi siang itu, itu adalah istri kedua Mas Nanang”
Aku manatap Rina tidak percaya. Kuambil air mineral gelas yang sejak semua memang tersedia di meja tamu Rina. Rumah tangga Rina dan suaminya tampak baik-baik saja. Suaminya adalah seorang yang sangat penyayang pada keluarga. Dua anak perempuannya tumbuh sehat dan cerdas. Berbagai prestasi mereka raih di sekolah ataupun di madrasah. Rina sendiri adalah aktivis lingkungan yang selalu aktif dalam berbagai kegiatan.

Suaminya pengusaha yang lebih dari cukup dalam segalanya. Mereka memiliki rumah yang nyaman, kendaraan yang baik dan kehidupan yang dimata lain terlihat sempurna. Setiap sabtu sore atau minggu pagi Rina akan keluar makan bersama suami dan anak-anaknya. Atau sekedar jajan di mall dan nonton bersama. Aku tahu persis karena kadang kala Rina mendadak ke rumah menjemput putri tunggalku yang sepantaran dengan anak tertuanya untuk diajak serta.

Rina melanjutkan ceritanya,

“Empat tahun lalu sesudah kelahiran putriku yang kecil, Mas Nanang begitu kecewa. Karena dia sangat ingin memiliki anak laki-laki. Belum lagi aku keluar dari rumah sakit pasca melahirkan, kami bertengkar hebat. Aku meminta dokter melakukan steril kandungan karena usiaku yang tidak muda lagi. Dua anak cukup bagiku.

Tapi suamiku berkeras bahkan melarangku untuk memakai alat kontrasepsi. Dia ingin aku dengan segera hamil lagi. Pertengkaran inilah yang akhirnya membuat dia mengeluarkan ancaman. Jika dalam satu tahun aku tidak hamil lagi maka dia akan membagi dirinya dengan istri kedua. Dan ternyata ALLAH memang tidak menghendaki aku memiliki anak lagi. Meskipun tanpa steril dan alat kontrasepsi.

Mas Nanang pun mewujudkan ancamannya seperti gambar yang kamu kirimkan padaku. Aku tahu siapa perempuan itu dan perempuan itu juga tahu siapa aku”.
Dengan tetap berusaha tegar Rina menceritakan semuanya padaku.

“Kamu baik-baik saja Rin? Ataukah kamu diam-diam sedang bertahan?”
“Aku bertahan demi anak-anak yang telah menjadikan ayah mereka panutan, pahlawan sekaligus cinta pertama mereka. Aku tidak sanggup membayangkan anak-anakku jauh dari ayahnya. Meskipun ayahnya memang telah membagi hati dan hidupnya namun biarlah hanya aku yang tahu dan menanggung lukanya”
Aku menghembus nafas panjang. Lagi dan lagi, kenapa selalu harus begini. Wanita-wanita yang menguji kekuatan dan bertahan dengan luka. Sampai kapan mereka akan membiarkan diri mereka sedikit demi sedikit tergerus oleh rasa kecewa. Bertahan demi seorang pria menurutku hanya masalah waktu untuk meledak pada akhirnya.

Namun sekali lagi hidup adalah tentang pilihan. Aku memilih menjadi ibu tunggal untuk menyelamatkan jiwaku dari hubungan yang beracun dengan mantan suami.

Begitu pun ketika Rina memutuskan untuk bertahan demi alasan apapun tidaklah salah juga. Semua kembali pada kesanggupan masing-masing untuk menjalaninya. Hidup ini kita hanya menyaksikan apa yang dilihat oleh mata. Namun cerita dibalik itu, sesungguhnya tidak ada manusia yang benar-benar tahu selain mereka yang melaluinya.

Salam Sayang Ans

No comments:

Post a Comment

Fatherless dan Pengaruhnya Dalam Tumbuh Kembang Anak

  Artikel ini terbit di  Singlemomsindonesia.org Link:  https://singlemomsindonesia.org/fatherless-dan-pengaruhnya-dalam-tumbuh-kembang-anak/