Aplikasi yang tidak biasa. Banyak aplikasi sosial media dengan kontak yang sama, hanya menghabiskan kapasitas memori ponsel. Maunya satu aplikasi sudah bisa untuk semua orang. Tapi selalu ada saja kepentingan yang akhirnya harus memasang sebuah aplikasi untuk satu dua orang saja.
Dan hari itu aku meng-install aplikasi warna hijau dengan simbol senyum di tengahnya. Bukan aplikasi yang banyak digunakan oleh orang memang. Tapi karena salah satu kolegaku di luar negeri meminta aplikasi ini sebagai sarana berkomunikasi, ya sudahlah kupasang juga. Setelah aplikasi terpasang, aku melakukan test message kepada kolega tersebut dan tidak langsung mendapat balasan. Sambil menunggu, aku check disana siapa saja dalam daftar kontakku yang menggunakan aplikasi ini. Mataku berhenti pada salah satu kontak, itu adalah kontak dari suami temanku, Rina. Kontak itu berada di ponselku karena temanku pernah menghubungi suaminya ketika dia bersamaku namun tidak membawa ponselnya. Dan dia memintaku untuk menyimpan saja nomor suaminya di ponselku.
Aku sendiri bahkan lupa nomor itu ada di kontak ponselku. Namun yang menggelitik adalah kenapa di profil aplikasi ini si suami memasang foto orang lain. Seorang wanita yang tengah menggendong seorang anak laki-laki berusia sekitar tiga tahun. Mereka kelihatan sangat bahagia.
Sekali lagi ini adalah aplikasi yang tidak biasa. Tidak semua orang pada umumnya menggunakan aplikasi ini. Sebuah lampu kuning menyala di kepalaku, apakah Rina tahu siapa orang ini. Lalu aku mengirim pesan pada Rina.
Setelah dua kali aku mengetuk pintu, Rina keluar menatapku lalu memelukku dan mulai menangis. Aku merasa canggung, aku orang yang tidak suka memeluk ataupun dipeluk. Aku memegang bahu sahabatku dan melihat wajahnya.
Rina telah duduk di sofa ruang tamunya dengan mata berkaca-kaca dan tissue di tangannya.
Suaminya pengusaha yang lebih dari cukup dalam segalanya. Mereka memiliki rumah yang nyaman, kendaraan yang baik dan kehidupan yang dimata lain terlihat sempurna. Setiap sabtu sore atau minggu pagi Rina akan keluar makan bersama suami dan anak-anaknya. Atau sekedar jajan di mall dan nonton bersama. Aku tahu persis karena kadang kala Rina mendadak ke rumah menjemput putri tunggalku yang sepantaran dengan anak tertuanya untuk diajak serta.
Rina melanjutkan ceritanya,
“Empat tahun lalu sesudah kelahiran putriku yang kecil, Mas Nanang begitu kecewa. Karena dia sangat ingin memiliki anak laki-laki. Belum lagi aku keluar dari rumah sakit pasca melahirkan, kami bertengkar hebat. Aku meminta dokter melakukan steril kandungan karena usiaku yang tidak muda lagi. Dua anak cukup bagiku.
Tapi suamiku berkeras bahkan melarangku untuk memakai alat kontrasepsi. Dia ingin aku dengan segera hamil lagi. Pertengkaran inilah yang akhirnya membuat dia mengeluarkan ancaman. Jika dalam satu tahun aku tidak hamil lagi maka dia akan membagi dirinya dengan istri kedua. Dan ternyata ALLAH memang tidak menghendaki aku memiliki anak lagi. Meskipun tanpa steril dan alat kontrasepsi.
Namun sekali lagi hidup adalah tentang pilihan. Aku memilih menjadi ibu tunggal untuk menyelamatkan jiwaku dari hubungan yang beracun dengan mantan suami.
Begitu pun ketika Rina memutuskan untuk bertahan demi alasan apapun tidaklah salah juga. Semua kembali pada kesanggupan masing-masing untuk menjalaninya. Hidup ini kita hanya menyaksikan apa yang dilihat oleh mata. Namun cerita dibalik itu, sesungguhnya tidak ada manusia yang benar-benar tahu selain mereka yang melaluinya.
Salam Sayang Ans
No comments:
Post a Comment